Kanalcoin.com – International Monetary Fund (IMF) menyampaikan kalau hanya ada sekitar 40 bank sentral di dunia yang mendapatkan hak secara hukum untuk menerbitkan mata uang digital. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa undang-undang yang perlu diperhatikan tiap negara.
International Monetary Fund (IMF) melalui para penelitinya telah melakukan pemeriksaan terhadap undang-undang bank sentral dari 174 anggota yang terdaftar untuk menjawab pertanyaan mengenai kontroversi mata uang digital.
Hasilnya, hanya ada sekitar 23 persen dari seluruh anggota atau sekitar 40 bank sentral yang secara resmi diizinkan secara hukum untuk menerbitkan mata uang digital. Pernyataan tersebut disampaikan IMF melalui situs mereka pada Kamis (14/1/2021) lalu.
Pernyataan tersebut ditulis oleh penasihat konsultasi di unit Hukum Keuangan dan Fiskal Departemen Hukum IMF, Catalina Margulis, dan salah seorang peneliti, Arthur Rossi. Margulis dan Rossi berencana untuk membantu memberikan gambaran kepada para anggota IMF yang ingin menerbitkan mata uang digital melalui bank sentral milik mereka.
Sebelumnya, Margulis dan Rossi menyampaikan kalau hampir 80 persen bank sentral di dunia tidak mendapatkan izin untuk memproduksi mata uang digital mereka sendiri karena terbentur regulasi dan kerangka hukum yang tidak jelas.
“Untuk membantu negara membuat penilaian ini, kami meninjau undang-undang bank sentral dari 174 anggota IMF, dan menemukan bahwa hanya sekitar 40 yang diizinkan secara hukum untuk menerbitkan mata uang digital,” bunyi pernyataan IMF seperti dilansir Kanalcoin.com dari News.Bitcoin.com.
Sebelum menyampaikan pernyataan mereka di laman resmi, IMF sempat melakukan jajak pendapat melalui media sosial Twitter. IMF menanyakan kepada para pengikutnya apakah mata uang digital memenuhi syarat untuk menjadi uang sesungguhnya.
Hasilnya pun menunjukkan kalau 79,9 persen pengikut IMF menganggap kalau mata uang digital memenuhi syarat untuk menjadi uang yang sesungguhnya.
Are digital currencies really money? #poll
— IMF (@IMFNews) January 14, 2021
Sementara itu, para peneliti IMF menyampaikan kalau mata uang digital harus memenuhi dua syarat terlebih dulu sebelum dibilang menjadi mata uang sungguhan. Pertama, mata uang digital harus dilindungi oleh regulasi negara bersangkutan. Kedua, mata uang digital harus memiliki status legal tender.
Status legal tender sendiri adalah mata uang digital mampu digunakan dan diterima oleh mayoritas penduduk yang ada dalam negara tersebut. Kalau mata uang digital tidak memenuhi status legal tender, maka tidak bisa disebut sebagai mata uang sesungguhnya.
“Oleh karena itu, status legal tender biasanya hanya diberikan kepada alat pembayaran yang dapat dengan mudah diterima dan digunakan oleh sebagian besar penduduk. Itulah sebabnya uang kertas dan koin adalah bentuk mata uang yang paling umum,” tulis Margulis dan Rossi dalam hasil penelitian mereka di laman resmi IMF.
Di akhir penelitiannya, IMF menyampaikan kalau sampai saat ini, masih banyak alat pembayaran di berbagai negara yang sebenarnya bisa dibilang bukan merupakan alat pembayaran yang sah.
“Banyak alat pembayaran yang banyak digunakan di negara maju bukanlah alat pembayaran yang sah atau mata uang,” bunyi pernyataan IMF mengakhiri.
(*)