Seorang wanita asal Australia bernama Kathryn Nguyen dipidana dua tahun penjara usai mencuri token Ripple senilai 300 ribu dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 4,5 miliar, berdasarkan laporan dari situs media lokal Australia.
Kabarnya, Nguyen meretas sebuan akun kripto milik seorang pria berusia 56 tahun pada Januari 2018 lalu. Nguyen rupanya tidak bekerja sendiri. Wanita asal Sydney itu bekerja sama dengan satu orang lain untuk meretas akun kripto milik pria tersebut.
Pasalnya, Nguyen berusaha mengubah kode otentikasi dua faktor yang dimiliki oleh akun pria tersebut menjadi nomor ponselnya sendiri.
Menurut laporan situs berita outlet Information Age, dengan mengganti kode otentikasi dua faktor pada akun kripto milik pria tersebut, Nguyen bisa mentransfer kepemilikan token Ripple (XRP) milik korban, senilai 300 ribu dolar Amerika Serikat saat itu.
Wanita 25 tahun tersebut nantinya akan mentransfer token milik korban ke bursa Crypto China. Kemudian, Nguyen akan mengubah dana tersebut menjadi bitcoin (BTC) dan kemudian dipindahkan ke berbagai dompet kripto.
Beberapa bulan kemudian, Nguyen akhirnya ditangkap. Kepolisian Australia menyita beberapa barang bukti, seperti komputer, ponsel, dan uang tunai. Pada Agustus 2019, Nguyen baru didakwa dan dinyatakan bersalah. Akan tetapi hanya 9 ribu dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 134 miliar) saja yang ditemukan di tangan Nguyen oleh otoritas China.
Nguyen pun mencatatkan sejarah sebagai orang pertama yang dipenjara oleh kepolisian karena pencurian mata uang kripto di Australia. Selain itu, nilai mata uang kripto yang dicuri Nguyen saat ini hanya 30 ribu dolar (Rp 450 juta) karena harga Ripple jatuh ke 0,30 dolar Amerika Serikat per Ripple.
Padahal, saat dicuri dari pria tersebut, nilai tukar token Ripple mencapai 2,84 dolar Amerika Serikat per Ripple. Dengan demikian, 100 ribu token yang dicuri oleh Nguyen bisa bernilai hampir 300 ribu dolar Amerika Serikat atau Rp 4,5 miliar.
Menurut hakim yang menangani kasus Nguyen, Hakim Chris Craigie, Nguyen disebut sebagai orang yang berada “di luar karakter”. Dengan kata lain, Nguyen disebut hanya membantu orang lain dalam kasus pencurian mata uang kripto tersebut.
“Benang merah adalah kesediaan pelaku untuk membantu orang lain,” ucap Craigie seperti dilansir dari News Bitcoin.
“Ini memiliki arti yang berbeda dalam kesediaannya untuk berpartisipasi dan membantu dalam kasus kriminal,” tutur Craigie melanjutkan.
Kepolisan Australia telah menyelidiki Nguyen selama satu tahun untuk mengetahui kejahatan yang lain yang telah dilakukan. Akan tetapi, pelaporan kejahatan mata uang kripto di Australia dinilai masih sangat rendah.
Menurut Ciphertrace melalui News Bitcoin, kerugian dari pencurian mata uang kripto, peretasan, dan penipuan bisa mencapai 1,4 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 20,8 triliun) antara Januari hingga Mei 2020. Ciphertrace bahkan memprediksi jumlahnya akan meningkat hingga 4,5 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 66,9 triliun) di akhir tahun.
(*)