Akankah Blockchain Dan Crypto Tetap Digunakan Negara Setelah COVID-19 Selesai?

Blockchain dan Crypto Virus Corona

Share :

Selama pandemi COVID-19, telah menciptakan preseden dimana pemerintah di seluruh dunia menerapkan tindakan paling kejam untuk mengunci seluruh industri dan juga membuat masyarakatnya untuk tetap berdiam diri di rumah.  Bahkan, beberapa pemerintah menggunakan sistem pengawasan berteknologi tinggi untuk melacak warganya.

Sebelumnya memang sudah lebih dari satu dekade yang lalu, Satoshi Nakamoto meluncurkan sistem cerdas berupa uang virtual berdasarkan Blockchain dan Crypto yang dapat diadopsi secara global tanpa rasa takut campur tangan pemerintah atau kontrol perusahaan (kecuali ancaman serangan, sekitar 51% yang sangat tidak mungkin).  Namun bagaimana jika teknologi yang sama ini awalnya diciptakan untuk menyelamatkan masyarakat, justru akan benar-benar digunakan untuk melawan masyarakat?

Seperti di Tiongkok sebagai negara tempat virus korona berawal, dimana negara tersebut telah menerapkan sistem pelacakan besar terhadap masyarakatnya bahkan sebelum adanya pandemi tersebut. Tahun lalu, sistem kredit sosial Tiongkok menggunakan Artificial Intelligence (AI) dan jaringan besar kamera pengintai dengan pengenalan wajah warga kepada polisi. Jadi dengan adanya itu orang-orang akan mendapatkan skor untuk setiap perilakunya, yang mana dapat menghasilkan penalti atau tunjangan tergantung pada peringkat skor masing-masing. Sementara dibeberapa daerah sistem yang dikatakan kejam telah diujicobakan yang mana pemerintah akan mengadopsinya di tingkat nasional di tahun-tahun mendatang, dan mungkin akan menggunakan Blockchain dan Crypto untuk menyimpan data. Sebab Presiden Xi Jinping telah memuji teknologi tersebut dalam suatu langkah yang mengejutkan komunitas Crypto.

Tidak hanya Tiongkok, beberapa negara juga menggunakan teknologi Crypto dan Blockchain selama pandemi COVID-19 ini. Seperti Israel yang baru-baru ini telah melenturkan otot-ototnya dan menggunakan teknologi anti-teror untuk melacak individu yang diduga menderita penyakit baru tersebut. Bahkan terdapat aplikasi di mana orang dapat memeriksa peta area yang terinfeksi pada saat tertentu. Tampaknya Amerika di bawah pemerintahan Trump, juga ingin menggunakan sistem pelacakan seperti Israel. Tetapi Gedung Putih khawatir tentang reaksi masyarakatnya.

Sebenarnya tanpa sistem pelacakan untuk saat ini, pemerintah telah memberlakukan tindakan drastis sebelumnya. Ditambah dengan kondisi sementara ancaman virus semakin serius, jadi ada hal baru yang mengkhawatirkan ialah bahwa pemerintah tidak akan melepaskan otoritasnya tersebut setelah pandemi berakhir. Bahkan mantan agen CIA yaitu Edward Snowden, yang membocorkan metode pengintaian Amerika Serikat, dimana ia meyakini bahwa negara-negara pengawas atau sistem pengawasan menggunakan Blockchain dan Crypto untuk tinggal atau tetap digunakan. Sebab langkah-langkah darurat yang sudah disahkan seperti sekarang ini, akan cenderung lengket atau menetap, bahkan bisa diperluas. Makanya pihak berwenang kemudian menjadi nyaman dan menyukai dengan beberapa kekuatan baru tersebut. Sehingga dalam hal ini pemerintah mulai seperti sistem surveillance.

Konsep Blockchain dan Crypto juga memiliki kecenderungan untuk berbalik melawan. Hal ini dikarenakan adanya pemikiran bahwa mata uang virtual secara harfiah dapat menghapus uang tunai fisik di tahun-tahun mendatang, dan memungkinkan pemerintah untuk mendapatkan kontrol total atas keuangan individu. Sehingga ini bisa menjadi fenomena global karena bank sentral besar di seluruh dunia serius dalam mempertimbangkan untuk mengeluarkan mata uang digital. Apalagi ada pandemi COVID-19 seperti ini, tentu akan mendorong pemerintah untuk membuang uang tunai sesegera mungkin, tetapi itu tidak berarti masyarakat akan menang dari ini.

Redaksi Media
Author: Redaksi Media

Cryptocurrency Media

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments